Bidang pendidikan memiliki
cakupan yang sangat luas, salah satunya literasi. Sulitnya mendapat akses buku
untuk anak-anak kampung di Papua Barat membuat Lamek Dowansiba tergerak hatinya
untuk menjadi penggiat literasi. Pemuda asal kampung Masiepi ini telah
mendirikan rumah baca yang berbasis kampung.
Pemuda Suku Arfak di
Kabupaten Manokwari tersebut mengusung konsep “Anak Cerdas, Papua Maju”.
Impiannya untuk mendirikan 34 rumah baca di Papua telah dimulai dengan membuka
rumah baca di lingkungan tempat tinggalnya, Kampung Masiepi, Distrik Manokwari
Selatan pada tahun 2019.
Lamek mendirikan rumah
baca dengan nama “Tuh Tebej” yang artinya rumah baca bintang. Berasal dari
Bahasa daerah suku Sough yang merupakan salah satu sub suku dari suku besar
Arfak di Papua Barat.
Kini Lambek telah berusia
32 tahun, kelahiran Kampung Minyambouw, Kabupaten Pegunungan Arfak pada 20 Mei
1991. Rumah baca yang telah didirikan Lambek berikutnya ada di Kampung Nuni,
Mandopi dan Urondopi Distrik Manokwari Utara. Kemudian Kampung Tanah Merah di
Distrik Warmare, serta tiga rumah baca berikutnya ada di Kabupaten Manokwari
Selatan, Bintuni dan Sorong.
Lambek tidak bekerja sendiri, ada sekitar 50 orang pembantu yang aktif di rumah bacanya. Tim dan komunitas yang dibentuk Lambek diberi nama dengan Komunitas Suka Baca Papua.
Lambek juga telah membuat 5 program wajib dalam menjalankan kegiatan rumah
bacanya, antara lain :
- Mendirikan rumah baca
- Revolusi mental
- Mendirikan perpustakaan mini
- Aksi bagi-bagi buku
- Belajar mengajar
Target utama yang ingin
dicapai Lambek adalah dengan menambah rumah baca, sehingga kegiatan membaca
bisa menjadi lokomotif bagi kemajuan pendidikan di tanah Papua -Indonesia.
Usaha Lambek untuk
mendirikan banyak rumah baca memang telah berhasil, namun bukan berarti tanpa
hambatan. Kendala utama yang harus dihadapi Lambek antara lain : tidak
mendapatkan dukungan dari masyarakat, terbatasnya jumlah pengajar buku bacaan.
Lambek menganggap ada
kesempatan yang hilang ketika anak-anak hanya ditempa melalui pendidikan formal
saja, karena kurikulum dan waktu terjadwal serta ditambah dengan literasi
terapan. Saat ini, rerata anak-anak Papua masih berada di posisi literasi dasar
atau tahap mengenal huruf.
Sehingga untuk
menyelesaikan masalah tersebut, anak-anak yang setiap hari menggunakan bahasa
daerah diberikan ruang dan waktu untuk belajar mengenal huruf (literasi dasar)
di rumah baca yang ada di kampung masing-masing.
Pengalaman Lambek yang
pernah sekolah di pedalaman, sulit mendapatkan akses buku bacaan dan buku mata
pelajaran. Sehingga membuat Lambek tergerak untuk melakukan gerakan literasi.
Pemuda lulusan Diploma
Tiga (D3) Akademi Pariwisata Petrus Kafiar, Biak Numfor ini memilih fokus ke
daerah-daerah terpencil. Target ini dirasa tepat karena anak-anak tersebut
belum tersentuh teknologi informasi masa kini.
Alasan lain yang membuat
Lambek melakukan gerakan literasi, karena hingga kini pemerintah belum memiliki
konsep yang jelas untuk mendorong kemajuan pendidikan di Papua Barat dalam
kerangka Otonomi Khusus (Otsus).
Sejak 2019 hingga kini,
sudah ada ribuan anak asli Papua yang telah merasakan manfaat rumah baca yang
didirikan Lambek. Minimal anak-anak telah mengenal huruf dengan menggunakan
fasilitas 34 rumah baca yang tersebar di Kabupaten Manokwari, Pegunungan Arfak,
Teluk Bintuni, Sorong, Tambrauw, serta Kabupaten Manokwari Selatan.
Sesekali Lambek juga
mengajak para relawan dari berbagai profesi seperti mahasiswa, guru, anggota
Bhabinkamtibmas dari Polri untuk memberikan motivasi di rumah-rumah baca.
Gerakan literasi yang dilakukan Lambek telah mendapatkan perhatian dari PT.
Astra dengan memberikan pernghargaan Satu Indonesia Astra Award di bidang
pendidikan tahun 2021. Lambek tinggal di Desa Masiepi, Kelurahan Sowi,
Kecamatan Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari-Papua Barat 98315.
Tidak ada komentar
Hai, silahkan tinggalkan komen, pesan dan kesannya. Tapi maaf untuk menghindari spam dimoderasi dulu sebelum dipublikasi ya.