Gimana-gimana? Pernah punya
teman Toxic atau sedang terjebak dengan pertemanan Toxic? Kalau saran saya sih
jangan ragu untuk mengakhirinya. Karena tidak akan sedikitpun memberikan keuntungan
kepada kita.
Jadi awalnya saya bertanya-tanya kenapa si teman ini selalu bermasalah dengan orang lain, bahkan dengan teman dekat, teman yang saling membantu menguatkan pada awalnya, partner kerja yang apik tentunya.
Seperti biasa, timelinenya
selalu dipenuhi hujatan, kata-kata yang tak mengenakkan hati tentang kecurangan
mantan teman. Well, tanpa menyebutkan inisial semua orang juga tahu kalau itu
buat dia.
Kita ini tinggal di kota
kecil, jadi kalau ada kejadian apa gitu auto viral. Tak terkecuali hal itu kan?
Apalagi teman-teman yang lain biasa pinter banget membakar sekam, kompor
meleduk hingga makin menjadi-jadilah drama Queennya.
Owh came on,… usia sudah
menjelang 30 tahun masa iya masih kaya anak abege sih ah. Stop playing victim
lah.
Eh tapi kira-kira sikap apa sih
yang harus kita tempuh menghadapi teman toxic begitu
1.Menjauh
Saran saya pergilah menjauh
sejauh-jauhnya. Teman toxic biasanya orangnya egois. Ketika pertemanan tidak memberikan
keuntungan dia akan menendang dengan alasan yang sangat klasik seperti,
“Aku lebih memilih memiliki teman yang sedikit. Daripada teman yang banyak tapi munafik”
Owh came on, kita hidup
butuh orang lain right? Nggak perlu lah deket banget, cukup baik dengan semua
orang.
Jangan menyakiti hati orang
dengan kalimat kasar dengan dalih “Dari dulu sikapku emang kasar gini kog, orang fine-fine saja” duh bagi
saya nggak ada attitude itu namanya.
Menjauhi teman toxic begini
ternyata membuat hidup lebih damai lho, daripada dekat tapi auranya negative terus,
trust me!
2.Bertahan Sejenak
Setelah fase menjauh, seminggu
sampai satu bulan biasanya akan terlihat plus dan minusnya. Lihat memakai
kacamata hati dan logika. Jangan bawa perasaan tak enak.
Amati, layak nggak teman ini
buat dipertahankan? Apakah makin banyak kerugian kita jika berteman. Ada manfaat
positifnya nggak.
Siap tidak kehilangan
pertemanan yang terkadang akibatnya kita yang tersingkir dalam circle tersebut.
Jangan salah kadang cap sebagai penghianat juga siap menjadi label yang kita
sandang bila memilih menjauh. Bak buah simalakama sih, tapi terkadang resiko
juga nggak selalu begitu kog.
Terkadang kita terlalu takut mengambil resiko saja yang belum tentu terjadi.
3.Teman itu Dua Sisi, Kalau Hanya
Kamu itu Bertepuk Sebelah Tangan.
Saya tiba-tiba teringat
ketika menemukan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Hampir sama dengan cinta,
begitu juga pertemanan. Berat sih, tapi ya sudahlah.
Jadi ketika kamu mati-matian
berkorban waktu, tenaga, dan perhatian tapi nggak dihargai itu waktunya kamu
melangkahkan kaki pergi.
Pernah di fase ini, pernah
melakukan segalanya agar pertemanan kembali utuh tapi nggak dihargai, malah
makin menjadi-jadi. Cerita kesana-sini seolah jadi korban. Jadi solusi yang
terbaik adalah pergi. Fix no debat!
3.Anggap Ini Takdir yang
Harus Dilewati
Setelah menjauh dengan baik-baik dan bahkan kadang
dibarengi dengan perselisihan. Mungkin akan ada rasa rindu sejenak. Membuka album-album
foto kenangan bersama terkadang terasa menyesakkan dada.
Mungkin ada sesal,
seharusnya saya lebih bersabar menghadapinya, seharusnya saya yang lebih
memahaminya. Dan 1000 seharusnya menjadi penyesalan dalam hati kita.
Tapi tak mengapa, toh semua
sudah terjadi. Di luar sana memang ada orang-orang yang berhati keras yang tak
bisa menerima ketulusan orang lain. Yang harus kita lakukan hanyalah move on. Terus
maju ke depan.
Di luar sana masih banyak
orang-orang baik, yang siap menyambut ketulusan hati dan uluran tangan
pertemanan dari kita. Yang penting luruskan niat. Bersahabat dengan ikhlas, insyallah
keikhlasan juga yang kita dapat kelak
Aku pernah punya teman toxic, kejadian itu 3 tahun lalu. Dan dia selalu mengejar ngejar aku untuk makan sianglah, hang out barenglah. Awalnya aku anggap biasa, lama lama kok dia kayak ada maunya ya. Dan memang benar saja sampai akhirnya aku putuskan utk tidak kontak dia lagi. Aku blokir aja nomornya
BalasHapus